Senin, 23 Januari 2012

0

Inferiority Complex

  • Senin, 23 Januari 2012
  • Andrean Luthfi
  • Share
  •       Inferiority Complex. Apaan tuh? Perasaan malu (shyness), kehilangan kepercayaan diri (diffidence), sifat takut/malu-malu (timidity), atau istilah trendnya anak muda sekarang MINDER dan NGGAK PD. Kok bisa gitu ya? Pertanyaan itu melintas dikepalaku. Kenapa minder dan nggak pd? Kita kan Muslim.
    Sebelum kita nyari obatnya, tentu kita bakalan cari dulu sebabnya. Kalo aku pikir-pikir, akar permasalahannya adalah datang dari keimanan. Kita mengalami “erosi” iman,....bahkan bukan lagi erosi, namun sudah menjadi “longsor”. Perkembangan teknologi, kemajuan zaman, globalisasi, modernisasi, semua ibarat air hujan yang sedikit demi sedikit mengikis keimanan, bahkan dibeberapa kasus ibarat air bah yang mengakibatkan terjadinya longsoran iman, membawa semua keimanan itu dalam aliran bah.

    Seiring terkikisnya dan hilangnya keimanan itu, kita mulai meraba-raba, mata mulai melirik, telinga mulai dipertajam, akal pikiran dimainkan. Buat apa? Buat mencari pijakan dan pegangan. Dan decak kagum pun muncul, ketika mata menemukan fokus yang indah, yang lebih maju dari segi peradaban dan teknologi, namun miskin dari segi rohani, dunia barat. Barat menjadi kiblat, identitas ditunjukkan dengan meniru stylenya barat, gaya hidup berputar 180 derajat. Otakpun mulai melakukan perbandingan dan hitungan matematis, yang sudah pasti persentasenya selalu lebih di barat. Hasilnya, barat adalah “kiblat” dan “figure” yang patut diikuti.
       Trus, hubungannya dengan inferiority complex itu apa? Sudah pasti ada. Kalau kita mempelajari Islam, yakin akan ke-Islaman kita, keagungan ajaran Islam, inferiority complex nggak bakalan terjadi. Tapi kondisi sekarang, sepertinya cenderung menganggap bahwa Islam itu sendiri kolot dan terbelakang, sehingga melahirkan perasaan minder dan nggak pede tadi untuk mengakui keislaman kita.
    Sebenarnya, anggapan itu keluar, karena kita tidak mau melihat kembali sejarah Islam itu sendiri. Karena kalau dibandingkan dengan masa kejayaan Romawi dan Yunani, kejayaan Islam adalah yang terpanjang dalam sejarah, bahkan perkembangan barat yang diilhami dengan era renaissance pun mengalami fase kekosongan (vacuum).
         Kita lihat saja betapa banyak ilmu pengetahuan yang lahir dari pemikiran para ahli-ahli muslim. Dibidang kedokteran, yang kita memandang dunia barat itu sangat maju, padahal banyak sekali konstribusi ahli-ahli kedokteran Islam dari zaman dahulu. Sebut saja, Al Zahrawi (976-1013) yang bukunya menjadi standar bagi Eropa dalam ilmu bedah dan juga anatomi selama berabad-abad, atau Ibn al Quffi (630-1286) yang bukunya itu mengetengahkan permasalahan traumatologi serta ilmu bedah dari kepala hingga kaki. Konstribusi ahli-ahli kedokteran Islam ini meliputi keseluruhan aspek kedokteran. Atau Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang dikenal sebagai bapak kimia, Ibn Sina (981-1037) yang konstribusinya diberbagai bidang, mulai dari kedokteran, filosofi, eksiklopedia, matematika dan juga astronomi. Siapa lagi? Ada Ibn Rusyd, Ibn Khuldun, Umar Al-Khayyam, dan masih banyak lagi.
        Kemampuan para ilmuwan islam ini menjadikan sebutan ilmuwan rangkap atau eksiklopedia, karena penguasaan mereka terhadap beragam keilmuan. Jadi, apa yang membuat kita minder dan nggak pede dengan sekian banyak kekayaan islam itu sendiri.
    Gimana dengan zaman sekarang? Bagi yang masih ingat dengan Abdus Salam, peraih nobel fisika tahun 1979, yang penelitian-penelitiannya tidak terlepas dari keyakinannya akan ilmu Allah, dan keyakinannya bahwa Al Quran adalah penuntun dalam segala ilmu.
    Kalo aku sih, memandang ke barat itu boleh saja, tapi kita hanya memandang, sedangkan pegangan kita tetap pada 2 pusaka kita, Al quran dan Hadist.
    ”Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".” (QS 3:32)
    ”Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS 3:132)
    Barat itu memang maju secara peradaban dan teknologi, tapi rohaninya miskin. Lihat saja negara-negara Eropa yang dari segi tatanan sosial lebih bagus. Tapi, kemiskinan rohani membuat mereka lelah untuk hidup dan memilih meninggalkan dunia dengan paksa dengan jalan bunuh diri.
    Dari data WHO, The world health report 2001, disebutkan bahwa di Eropa sendiri, penyebab kematian tertinggi kedua adalah bunuh diri. Di Amerika serikat sendiri, kisaran 19 – 20-an persen masih mewarnai angka korban bunuh diri. Kenapa? Toh mereka sudah maju, peradaban maju dan teknologi nggak kurang modern. Tentu saja statistik itu saja nggak cukup, namun aku cuma mau memperlihatkan bahwa kemiskinan iman gampang sekali mendorong kita ke hal-hal seperti itu.
    ”..... Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS 4:29)
    Aku pikir, yang bisa kita jadikan perbandingan dan cambuk buat kebangkitan kita itu adalah bagaimana mereka bisa maju, tatanan sosial mereka yang harmonis, perekonomian mereka yang bagus, pendidikan yang baik, dan sebagainya. Namun, jangan salah, kalau kita mau mempelajari Islam, sebenarnya semua itu sudah ada di dalam Al Quran dan Hadists, berikut pula dengan buktinya, yaitu sejarah kejayaan Islam.

       Jadi, jangan lagi berpikiran bahwa orang yang memegang teguh syari’at itu kolot, pergi ke pengajian dianggap kuno, nggak ngeceng di mall disebut kuper, dan sebagainya. Aku yakin banget, dengan pemahaman tentang keislaman secara baik akan menghapus segala rasa minder dan nggak pede itu, inferiority complex, dan menjadikan kita bangga sebagai muslim. Jadi jangan seperti lirik lagunya Arie Wibowo, Singkong dan Keju.
    ...Bajumu dari Paris.
    Sepatumu dari Italy.
    Semua demi gengsi.
    Semua serba luar negeri.... 

    0 Responses to “Inferiority Complex”

    Posting Komentar

    Silakan tinggalkan komentar dengan kata-kata yang sopan. Terimakasih.

    Subscribe